KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah
puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmatnya dalam menyertai
penulisan makalah ini.
Sholawat
dan salam senantiasa terlantunkan kepada nabi kita Nabi Muhammad SAW, sebagai
panutan dan pemimpin bagi umat islam.
Dalam
penulisan makalah ini mungkin masih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam hal
penulisan maupun penjelasan tentang materi yang dibahas. Maka dari kami membuka
bagi semua untuk menyampaikan
kritik dan saran yang bersifat membangun.
Selanjutnya
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
.
|
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN………..………………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN MATERI
1. Pengertian Integrasi Nasional ………………………………………..................... 2
2.
Gambaran Realitas Indonesia yang Plural dan Multikultural…………………….. 2
3.
Faktor-Faktor yang dapat Mengancam
Integrasi……………………………...…. 4
4. Upaya Membangun
Integrasi ………..……………………..………………….…. 4
BAB III PENUTUP ………...…………...…………………………………………….…
7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….....
8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Dewasa
ini, pengetahuan kita mengenai kebudayaan Indonesia sangatlah kurang, anak muda
zaman sekarang lebih megetahui tentang moderanisasi ketimbang tradisional.
Pengaruh kebudayaan luar menyebabkan kurangnya pengetahuan kita mengenai proses
kebudayaan tentang ada di Indonesia. Kurangnya pengetahuan akan hak dan
kewajiban kita sebagai warga Negara menimbulkan hilangnya rasa persatuan kita
baik terhadap sesama maupun Negara. Masing-masing Individu lebih mementingkan
kepentingannya sendiri, tanpa ada rasa peduli terhadap sesamanya.
Sebagai
warga Negara Indonesia yang baik, haruslah memiliki rasa Integrasi nasional. Yaitu
suatu sikaf kepedulian terhadap sesama serta memiliki rasa persatuan yang
tinggi, baik terhadap Bangsa Negara, Agama serta Keluarga.
Dalam
makalah ini, kami ingin menjelaskan tantang makna Integrasi Nasional, serta
penyebab terjadinya integrasi nasional dan upaya yang harus dilakukan dalam
integrasi nasional.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang yang telah ada, maka rumusan permasalahan yang terkait dengan
Integrasi Nasional diantaranya :
1. Definisi Integrasi Nasional menurut bahasa?
2. Jelaskan gambaran realitas Indonesia yang plural
dan multikultural?
3. Faktor apa saja yang dapat mengancam Integrasi?
4. Upaya apa yang harus dilakukan dalam membangun
integrasi?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini untuk mengetahui tentang proses yang terjadi di Indonesia
belakangan ini dan ingin
memperluas ilmu pengetahuan sosial, serta untuk memenuhi
penugasan ujian akhir praktek mata pelajaran Antropologi.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
penulisan makalah ini diantaranya :
1. Memperluas cakrawala berfikir kita mengenai masalah-masalah
yang ada di Indonesia.
2. Sebagai media informasi dalam dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
INTEGRASI
NASIONAL
A.
Pengertian
Integrasi Nasional
Istilah Integrasi Nasional berasal
dari dua kata yakni Integrasi dan Nasional. Menurut istilah Integrasi mempunyai
arti sebagai pembaruan atau penyatuan,
sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Menurut
istilah Nasional mempunyai arti sebagai kebangsaan. Yang meliputi suatu bangsa
seperti ciri-ciri nasional, tarian tradisional, perusahaan nasional. Sehubungan
dengan penjelasan kedua istilah diatas, maka integrasi nasional identik dengan
integrasi bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau
pembaruan berbagai aspek sosial budaya ke dalam suatu wilayah dan pembentukan
identitas nasional atau bangsa. Yang harus dapat menjamin terwujudnya
keselarasan dan keseimbangan dalam menapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.
Integrasi
nasional sebagai suatu konsep dalam ikatan
dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Indonesia yang
berlandaskan pada aliran pemikiran atau paham integralistik yang berhubungan
dengan paham idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu yang harus dicari
kaitannya.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti dua macam,
yaitu:
1. Secara politis, integrasi nasional adalah
proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah
nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
2. Secara antropologis, integrasi nasional
adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda,
sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Perwujudan
integrasi nasional masyarakat dan budaya bangsa Indonesia yang heterogen (
beraneka macam ) itu diungkapkan dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang
artinya berbeda-beda suku bangsa, agama, budaya daerah, tetapi tetap satu
bangsa.
Istilah
Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh seorang Empu terkenal di
Kerajaan Majapahit, yaitu Empu Tantular, dalam kitab Sutasoma.
B.
Gambaran
Realitas Indonesia yang Plural dan Multikultural
Manusia
hidup dalam reliatas yang plural, hal yang sama juga pada masyarakat Indonesia
yang majemuk (plural society). Corak masyarakat Indonesia adalah ber-Bhenika
Tungal Ika, bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya, melainkan
keanekaragaman kebudayaan yang berada dalam masyarakat Indonesia. Dalam
masyarakat majemuk, seperti Indonesia dilihat memiliki suatu kebudayaan yang
berlaku secara umum dalam masyarakat.
Masyarakat
yang plural merupakan “belati” bermata ganda dimana pluralitas sebagai rahmat
dan sebagai kutukan. Pemahaman pluralitas sebagai rahmat adalah keberanian
untuk memerima perbedaan. Menerima perbedaan bukan hanya dengan kompetensi
ketrampilan, melainkan lebih banyak terkait dengan persepsi dan sikap sesuai
dengan realitas kehidupan yang menyeluruh.
Sedangkan
pluralitas sebagai kutukan akan menimbulkan sikap penafian terhadap yang lain,
baik individu ataupun kelompok, karena dianggap berbeda dengan dirinya, dan
perbedaan dianggap menyimpang atau salah. Penafian terhadap yang lain, pada
hakekatnya adalah pemaksaan keseragaman dan menghilangkan keunikan jati diri
yang lain, baik individu atau komunitas.
Menurut
Suparlan yang mengutip dari Fay, Jary dan J. Jary dalam acuan utama
masyarakat yang multikultural adalah multikulturalisme, yakni sebuah ideologi
yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesedrajatan baik secara
individu ataupun secara kebudayaan.
Multikulturalisme
secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950 di Kanada. Menurut longer
oxford directionary istilah “multiculturalme” merupakan deviasi kata multicultural
kamus ini meyetir dari surat kabar di Kanada, Montreal times yang
menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat multicultural dan
multilingual.
Multikulturalisme
ternyata bukanlah pengertian yang mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang
kompleks, nyaitu “multi” yang berarti plural dan “kulturalisme” berisi
tentang kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis,
karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis
tetapi pengakuan tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi dan
budaya. Dalam pengertian tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama
yakni :
1. Kebutuhan terhadap pengakuan (the need of
recognition).
2. Legitimasi keanekaragaman budaya atau pluralisme
budaya.
Masyarakat
yang adil bukanlah hanya menjamin the greatest good for the greates
number yang terkenal dengan prinsip demokrasi. Filsafat Rawls menekankan
arti pada self interest dan aspirasi pengenal dari seseorang.
Manusia
dilahirkan tanpa mengetahui akan sifat-sifatnya, posisi sosialnya, dan
keyakinan moralnya, maka manusia tidak mengetahui posisi memaksimalkan
kemampuannya. Maka Rawls mengemukakan dua prinsip yakni :
1. Setiap manusia harus memiliki maksimum kebebasan
individual dibandingkan orang lain.
2. Setiap ketidaksamaan ekonomi haruslah memberikan
keuntungan kemungkinan bagi yang tidak memperoleh keberuntungan.
Menurutnya institusional yang
menjamin kedua prinsip tersebut adalah demokrasi konstitusional.
Azyumardi
Azra mengatakan, bahwa konsep kerangka masyarakat multikultural dan multi
kulturalisme secara subtantif tidaklah terlalu baru di Indonesia dikarenakan
jejaknya dapat ditemukan di Indonesia, dengan prinsip negara ber-Bhenika
Tunggal Ika, yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah masyarakat multikultural
tetapi masih terintregrasi ke-ikaan dan persatuan.
Walaupun
multikulturalisme telah digunakan oleh para pendiri bangsa dalam rangka
mendisein kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi bagi orang Indonesia
multikulturalisme adalah konsep yang asing. Konsep multikulturalisme
tidaklah sama dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan
suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena konsep
multikulturalisme menekankan keanekaragaman dan kesederajatan.
Multikulturalisme harus mau mengulas berbagai permasalahan yang mengandung
ideologi, politik, demokrasi, penegakan hukum, keadialan, kesempatan kerja dan
berusaha, HAM, hak budaya komuniti golongan minoritas, prinsip-prinsip etika
dan moral dan peningkatan mutu produktivitas.
Multikulturalisme
bukanlah sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan
karena dibutuhkan sebagai etika tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan
hidup masyarakat. multikulturalisme sebagai ideologi tidaklah berdiri sendiri
terpisah dari ideologi-ideologi lainnya. Multikulturalisme memerlukan konsep
bangunan untuk dijadikan acuan guna memahami mengembangluaskannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam memahami multiklturalisme, diperlukan landasan
pengetahuan berupa konsep-konsep yang relevan dan mendukung serta
keberadaan berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan.
Akar dari
multikulturalisme adalah kebudayaan. Kebudayaan yang dimasudkan disini adalah
konsep kebudayaan yang tidak terjadi pertentangan oleh para ahli, dikarenakan
multikulturalisme merupakan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat
manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu kebudayaan harus dulihat dari
perfektif fungsinya bagi manusia.[1][1]
C.
Faktor-Faktor
yang dapat Mengancam Integrasi
Adapun
faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Kurangnya rasa pengetahuan kita mengenai
sejarah-sejarah Indonesia.
2. Tidak ada rasa memiliki terhadap bangsa (acuh
tak acuh)
3. Hilangnya rasa cinta Tanah Air.
4. Tidak ada rasa berkorban.
5. Hilangnya rasa hormat terhadap symbol-simbol
Negara (Garuda Pancasila) dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika.
D. Upaya Membangun Integrasi
1. Sebagian besar anggota masyarakat bangsa bersepakat tentang batas–batas teritorial
dari negara sebagai
suatu kehidupan politik dimana mereka menjadi warganya.
2. Sebagian anggota masyarakat bangsa bersepakat
mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari pada proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat diatas
wilayah Negara.
Dengan
perkataan lain, suatu integrasi nasional yang tangguh akan berkembang di atas konsensus nasional
mengenai batas-batas suatu masyarakat tersebut. Dan harus memiliki :
1. Kesadaran dari sejumlah orang bahwa mereka
bersama-sama merupakan warga dari suatu bangsa.
2. Konsensus nasional mengenai bagaimana suatu
kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan.
Konsensus
nasional mengenai bagaimana kehidupan bangsa harus diwujudkan atau
diselenggarakan untuk sebagian harus
kita temukan dalam proses pertumbuhan pancasila
sebagai dasar falsafah atau ideology Negara. Secara yuridis-formal,
pancasila sebagai dasar falsafah Negara. Pada tingkat yang sangat umum telah
diterima sebagai kesepakatan nasional serta lahir bersamaan dengan kelahiran
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka, bebas dari penjajahan bangsa
lain. Di dalam kenyataan, pancasila
menjadi akar dalam sejarah pertumbuhan gerakan nasionalisme.
Bangsa
Indonesia sebetulnya dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain dan dari
negara kita sendiri tentang akibat menguatnya primordialisme, sehingga
keberadaan dan penguatan lembaga-lembaga integrative seperti sistem pendidikan
nasional, birokrasi sipil dan militer, partai-partai politik (ideology
nasionalisme yang dapat menjembatani perbedaan etnik yang tajam, Sedangkan
partai etnik tidak berhasil) harus tetap dilaksanakan dengan mengingat bahwa
hal ini adalah sebagai konsekuensi dari masyarakat kita yang majemuk.
Perlunya
lembaga-lembaga pemersatu melalui state building. Adapun uraian secara singkat tentang lembaga
pemersatu yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Birokrasi Sipil dan Militer
Lembaga
integrative yang paling dominant dan paling penting yang mutlak diperlukan
adalah kekuatan militer (TNI), yang jika diperlukan dapat memakai penguasaan
dan monopolinya atas alat-alat kekerasan (alat peralatan perang – alat utama
sistem persenjataan) untuk mempertahankan dan bahkan untuk membangun negara
bangsa. Dalam kerangka pemikiran tradisional bahkan gejala universal kaum
militer di dunia, peranan militer sebagai benteng terakhir (mean of the last
resort) mempertahankan kebutuhan negara bangsa. Hal ini dapat dilihat sikap
keras dari militer terhadap gerakan-gerakan separatis maupun kedaerahan (primodialisme).
Selain
birokrasi militer, proses state building juga mencakup birokrasi sipil yang
mempunyai tugas utama menarik pajak dan menyediakan bahan Pokok khususnya bahan
Makanan (aparatur pajak sebagai bentuk yang paling tradisional dari demokrasi).
Penyediaan bahan Makanan harus tersedia dengan cukup untuk mencegah terjadinya
“huruhara kelaparan pangan” atau food riots. Indonesia juga pernah mengalami
food riots yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan orde baru tahun 1998 akibat
krisis moneter Sejak tahun 1997. Krisis pangan dan moneter juga meruntuhkan
pemerintahan di Muangthai dan Korea Selatan, Sedangkan yang selamat hanya
Malaysia di bawah PM Mahathir Mohammad.
Birokrasi
militer dan sipil di Indonesia sudah berkembang pesat dan mengalami kemajuan
baik dari segi jumlah, kualitas, jenjang pangkat maupun penempatan jabatan
eselon Pimpinan serta sumber etnik rekrutmen. Dari segi etnik, baik TNI maupun
Polri dan PNS baik Pusat maupun daerah sudah meliputi semua etnik group yang
ada, sehingga melambangkan Bhineka Tunggal Ika.
2.
Partai Politik.
Dalam
sejarahnya Partai Politik merupakan alat mobilisasi vertical yang lebih cepat
dibandingkan dengan birokrasi nasional baik birokrasi sipil maupun militer.
Dengan sistem Pemilu di Indonesia sekarang merupakan gabungan dari sistem
distrik dan sistem proposional, sehingga perwakilan daerah dan etnik terwakili.
Maka partai politik mampu menjadi alat integrasi bangsa untuk menekan
perlawanan etnik yang minoritas).
3.
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem
pendidikan nasional menjadi alat integrasi nasional terutama karena sifatnya
yang menciptakan elite nasional yang kohesif. Pendidikan nasional mulai dari SD
sampai Perguruan Tinggi, menjadi alat pemersatu baik melalui kurikulum
nasiional, bahasa pengantar maupun sistem rekrutmen siswa, mahasiswa maupun
tenaga pengajar yang bersifat nasional. Dalam suasana otonomi daerah sekarang
ini diusahakan adanya ujian lokal tetapi yang berstandar nasional, demikian
juga walaupun ada ide untuk menambah muatan kurikulum lokal/kedaerahan, namun
tetap kurikulum inti mengajarkan ilmu sosial dan humaniora yang bersifat
integratif dan nasional.
Sifat
integratif lainnya adalah pemakaian bahasa pengantar yakni bahasa Indonesia
sebaga bahasa nasional disamping penggunaan bahasa lokal/daerah yang diberlakukan
untuk pendidikan tingkat SD/SLTP. Cara ini akan memudahkan integrasi ke dalam
sistem nasional dan sosialisasi yang sama untuk seluruh warga negara.
Sedangkan
alat integrasi yang lain adalah rekrutmen siswa, mahasiswa dan tenaga pengajar
yang bersifat nasional dan multi etnik, sehingga terjadi proses komunikasi,
sosialisasi, asimilasi dan kulturasi dari berbagai etnik di kalangan siswa,
mahasiswa dan tenaga pengajar.
4.
Kemajuan Komunikasi dan Transportasi.
Peranan
media masa nasional seperti koran, majalah, TVRI, RRI cukup penting di
Indonesia sebagai alat integrasi nasional. Banyak koran maupun media masa
lainnya yang terbit di Jakarta tetapi penyebarannya menjangkau sampai ke
seluruh kabupaten-kabupaten, begitu juga koran lokal yang mampu menembus pasar
ke daerah lainnya. Alat komunikasi lainnya adalah telepon, yang mengalami
perkembangan pesat sejak pemerintahan orde baru sampai sekarang.
Perkembangan
yang cepat dalam bidang transportasi mengakibatkan terjadinya mobilitas
geografis penduduk dapat lebih cepat, aman, nyaman, dan murah. Bentuk mobilitas
penduduk dapat transmigrasi, migrasi maupun turisme baik antar daerah,
nasional, regional bahkan global. Meningkatnya kegiatan mobilitas penduduk dan
turisme nasional maupun lokal membawa dampak memperkuat rasa kesatuan dan
kebangsaan.
BAB
III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Integrasi
nasional adalan suatu konsep dalam ikatan
dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkandaskan pada aliran pemikiran
atau paham integralistik yang berhubungan dengan paham idealism untuk mengenal
dan memahami sesuatu yang harus dicari kaitannya.
2. Masyarakat
yang plural adalah “Belati” bermata ganda dimana pluralitas sebagai rahmat dan
sebagai kutukan.
3. Multikulturalisme adalah sebuah ideologiakan yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesedrajatan baik secara
individu ataupun secara kebudayaan.
4. Faktor
yang dapat mengancam integrasi Nasional adalah :
·
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki tentag
sejarah-sejarah Indonesia.
·
Hilangnya rasa cinta tanah Air.
·
Tidak ada rasa berkorban terhadap sesama. Bahkan
hilangnya rasa hormat terhadap symbol-simbol Negara (Garuda pancasila) dengan
semboyan Bhinneka
Tunggal Ika.
5. Upaya
membanguan integrasi adalah perlu adanya kesadaran dari setiap masyarakat serta
upaya perlunya kesadaran dari setiap masyarakat akan hak dan kewajibannya
sebagai warga.
B. Saran-saran
1. Diharapkan bagi masyarakat khususnya mahasiswa
dapat memahami Integrasi Nasional.
2. Perlu diadakannya pembahasan yang lebih lanjut
agar informasi yang diperoleh lebih lengkap dan komprehensif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSAKA
Nasikun, Sistem
Sosial islam, Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, 984
R. William Liddle, Struktur Masyarakat Indonesia dan Masalah Integrasi, Jakarta:
Pustaka Belajar, 1994
www.id2011.darul.blogspot.com
[2][2] R. William Liddle, Struktur
Masyarakat Indonesia dan Masalah Integrasi, (Jakarta: Pustaka Belajar,
1994), cet 1, hlm. 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar